Beberapa Pemikiran Imam Hambali

 
Imam Hambali bukan berasal dari kaum atau orang-orang yang bisa membenarkan pendapat-pendapat akal secara mutlak, tanpa bersandar kepada al-Quran dan Sunnah. Beliau juga sama sekali tidak mau berdebat. Menurutnya kebenaran akan pudar cahayanya karena perdebatan yang tak ada gunanya.

Saat Imam Hambali mempelajari Sunnah, ilmu agama dan fiqihnya melalui jalan-jalan yang diterima oleh Rasulullah, pada saat itu pula terjadinya perdebatan dalam masalah akidah dan masalah khilafah.

Imam Hambali tidak suka dengan perdebatan-perdebatan tersebut dan tidak mau pula untuk memperdebatkannya. Namun, keadaan pula yang memaksanya untuk berargumentasi.

Bidang Aqidah

Imam Hambali menyatakan pendapatnya bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan yang bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Orang Islam yang mengerjakan maksiat dinamakan dengan muslim, dan tidak dinamakan dengan mukmin. Sedangkan orang yang mengerjakan dosa, Imam Hambali tidak mengkafirkan mereka itu, beliau berkata: "Tidaklah dikafirkan seseorang dari orang-orang yang mengesakan Allah, walaupun mereka mengerjakan dosa besar."

Mengenai qadar, Imam Hambali percaya baik buruknya dan menyerahkan semuanya kepada Allah. Hal tersebut dilakukannya karena beliau tidak memiliki ilmu untuk memperdebatkan permasalahan tersebut.

Beliau menetapkan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, memberi takdir untuk segala sesuatu, dan segala apa yang dikerjakan oleh manusia dengan ketetapan kodrat Allah. 

Imam Hambali menetapkan bahwa di antara aqidah yang harus di'itikadkan adalah bahwa manusia itu akan melihat Tuhannya di hari kiamat dan bahwasanya Nabi Muhammad pernah melihat tuhannya. Imam Hambali tidak berusaha untuk mengetahui bagaimana kita melihat Allah. Kita akan melihat Allah karena ada hadits yang mengatakan demikian, tidak perlulah kita mengetahui bagaimana cara melihat-Nya.

Dalam Bidang Politik

Imam Hambali mengutamakan kesatuan dan persatuan ummat. Beliau tidak mau mengadakan pemberontakan terhadap penguasa walaupun sang penguasa berbuat zalim. 

Beliau tidak mau mencela segolongan dari para sahabat dan tidak membenarkan orang mencela para sahabat. Beliau menempatkan para sahabat pada beberapa derajat, terutama Abu Bakar, kemudian Umar, Usman, dan sesudah itu adalah Asabus Syura yang lima, yaitu Ali, Zubair, Talhah, Abdur Rahman bin Auf dan Saad.

Dalam hal pengangkatan khalifah, menurutnya harus ada baiat dari ummat, walaupun khalifah pada mulanya ditunjuk oleh khalifah yang terdahulu. Beliau benar-benar tidak ingin terlibat lebih jauh dalam bidang politik.

0/Post a Comment/Comments