Mengenal Imam Syafi'i Lebih Dekat

Mengenal Imam Syafi'i Lebih Dekat
 
Imam Syafi'i lahir di Guzzah, sebuah kampung yang masih dalam wilayah Asqalan. Beliau lahir pada tahun 150 H (767 M). Pada tahun tersebut juga Imam Hanafi wafat. Kemudian beliau dibawa oleh ibunya ke Mekkah dan dibesarkan di sana. 

Nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris Abbas bin Usman bin Syafi'i al-Muthalibi dari keturunan Mutahlib bin Abdi Manaf, yaitu kakek yang keempat dari Rasul dan kakek yang kesembilan dari as-Syafi'i.

Dengan demikian, jelaslah bahwa beliau itu adalah keturunan dari keluarga bangsa Quraisy dan keturunan beliau bersatu dengan keturunan Nabi Muhammad SAW pada garis Abdul Manaf.

Pendidikan dan Pengalaman Imam Syafi'i

Imam Syafi'i selain mengadakan hubungan yang akrab dengan gurunya di Mekkah dan Madinah, beliau juga melawat ke berbagai negeri untuk menuntut ilmu. Waktu kecil beliau melawat ke Huzail dan berada di sana selama sepuluh tahun. 
 
Dengan demikian, Imam Syafi'i memiliki bahasa Arab yang tinggi yang membantunya dalam menafsirkan al-Quran. Di Madinah, beliau belajar juga ilmu fiqih dan hadits. 

Guru fiqih beliau adalah Muslim bin Khalid dan guru hadits beliau adalah Sofyan bin Ibnu Uyainah di Mekkah. Sedangkan di Madinah beliau belajar hadits kepada Maliki bin Anas. Saat itu, pemerintahan Islam berada di tangan Harun ar-Rasyid dan pertarungan sedang hebat-hebatnya antara keluarga Abbas dan keluarga Ali.

Pada waktu itu, Imam Syafi'i dituduh terlibat dan memihak kepada keluarga Ali. Saat para pemuka Syi'ah digiring ke khalifah, beliau juga ikut terseret. Kejadian itu terjadi pada tahun 184 H. Namun, atas rahmat Allah beliau tidak menjadi korban.

Berkat bantuan al-Fadlil bin Rabie yang kala itu menjabat sebagai perdana menteri ar-Rasyid, yang menyatakan bahwa beliau bersih dari tuduhan tersebut.

Dalam suasana tersebut, Imam Syafi'i bergaul dengan Muhammad Hasan dan mulai memperhatikan kitab-kitab ulama Irak. Setelah itu asy-Syafi'i kembali ke Hijaz dan menetap di Mekkah.

Pada tahun 195 H beliau kembali ke Irak sesudah ar-Rasyid meninggal dunia dan Abdullah bin al-Amin menjadi khalifah.

Pada awalnya beliau merupakan pengikut dari Imam Maliki, akan tetapi setelah beliau banyak melawat ke berbagai kota dan memperoleh pengalaman baru, beliau pun memiliki aliran tersendiri yaitu mazhab qadimnya sewaktu beliau di Irak, dan mazhab jadidnya sewaktu beliau sudah di Mesir.

Kecerdasan Imam Syafi'i

Kecetdasan beliau dapat kita ketahui melalui riwayat-riwayat yang mengatakan bahwa Imam Syafi'i pada usia 10 tahun sudah menghafal dan memahami kitab al-Muwatha' karya Imam Maliki. Karena itulah ketika belajar ilmu hadits kepada Sofyan bin Uyainah, beliau sangat dikagumi oleh sang guru dan selanjutnya beliau dapat menempuh ujian Ilmu Hadits serta lulus mendapat ijazah tentang ilmu hadits dari Sofyan bin Uyainah.

Kemudian setelah beliau berumum 15 tahun, oleh gurunya beliau mendapat izin untuk mengajar dan memberi fatwa kepada khalayak ramai. Beliau pun tidak keberatan menduduki jabatan guru besar dan mufti di dalam Masjidil Haram di Mekkah dan sejak saat itulah beliau terus memberikan fatwa.

Meskipun Imam Syafi'i memberikan fatwa, beliau tetap memperdalami ilmu pengetahuan di Mekkah.

Semenjak itu, ramai orang-orang yang mendatangi Imam Syafi'i. Orang yang datang pun bukan sembarangan orang, ada para ulama, penyair, ahli sastra, dan orang-orang terkemuka lainnya.

Kepandaian Imam Syafi'i Tentang Ilmu Pengetahuan

Kepandaian Imam Syafi'i dapat kita ketahui melalui beberapa riwayat ringkas berikut.

Beliau adalah seorang ahli dalam bahasa Arab, sastera, syair dan sajak. Tentang syair-syairnya pernah diakui oleh para ahli syair. Kepandaiannya dalam mengarang dan menyusun kata yang indah dan menarik serta nilai isinya yang tinggi, menggugah hati para ahli kesusasteraan bahasa Arab, sehingga tidak sedikit ahli syair pada waktu itu yang belajar kepada beliau.

Kepandaian Imam Syafi'i dalam bidang fiqih terbukti dengan kenyataan ketika beliau berusia 15 tahun, sudah termasuk seorang ahli fiqih di Mekkah. Beliau juga ikut serta dalam majelis fatwa dan lebih tegas lagi disuruh untuk menduduki kursi sebagai mufti.

Kepandaiannya dalam bidang hadits dan ilmu tafsir dapat kita ketahui ketika beliau masih belajar kepada Imam Sofyan bin Uyainah di Mekkah. Pada waktu itu boleh dikatakan sebagai ahli tafsir.

Sebagai buktinya, apabila Imam Sofyan bin Uyainah mengajar tafsir al-Quran dan menerima pertanyaan-pertanyaan agak sulit, Sofyan terlebih dahulu melihat ke arah Imam Syafi'i dan berkata: "Hendaknya engkau bertanya kepada pemudia ini," sambil menunjuk ke arah Imam Syafi'i.

Selain pandai dalam bidang fiqih dan tafsir, beliau juga seorang alim dalam hadits karena sebelum beliau dewasa, sudah hafal kitab al-Muwatha'.

Kitab-kitab Karangan Imam Syafi'i

Kitab yang pertama kali dikarang adalah ar-Risalah yang disusun di Mekkah atas permintaan Abdur Rahman bin Mahdi. Di Mesir beliau mengarang kitab-kitab yang baru yaitu al-Umm, al-Amali, dan al-Imlak.

Al-Buaithi mengikhtisarkan kitab-kitab asy-Syafi'i dan menamakannya dengan al-Mukhtasar. Demikian juga al-Muzani. Kitab yang ditulis di Mesir bukanlah kitab baru, tapi merupakan perbaikan-perbaikan dan penyempurnaan, penyaringan dan pengubahan dari kitab-kitab yang disusun di Baghdad berdasarkan pengalaman-pengalaman baru.

Ahli sejarah membagi kitab-kitab asy-Syafi'i ke dalam dua bagian, yaitu dinisbatkan kepada asy-Syafi'i sendiri seperti al-Umm dan ar-Risalah. Selanjutnya yang dinisbatkan kepada sahabat-sahabatnya seperti al-Mukhtasar al-Muzani dan Mukhtasar al-Buaithi.   

0/Post a Comment/Comments